Jumat, 20 Mei 2011

Rusaknya Pembelajaran Matematika Di Sekolah

Matematika merupakan pelajaran yang melatih nalar berpikir orang yang mempelajarinya. Bagaimana jika nalar itu tidak dimiliki setelah belajar? Jawaban yang jelas dan pasti adalah orang tersebut belum berhasil dalam belajar matematika.

Di dalam kelas, seorang guru seharusnya mampu menjadi fasilitator bagi siswanya untuk berlatih nalarnya. Sudah bukan jamannya lagi seorang guru hanya memberikan latihan soal tanpa makna (tidak melatih nalar siswa). Dengan demikian siswa akan benar-benar menjadi manusia yang siap bersaing dalam era globalisasi ini.

Mengapa harus nalar? Iwan Pranoto, dosen Matematika IPB menjelaskan bahwa tim gabungan antara Departemen Tenaga Kerja AS, Massachussets Institute of Technology (MIT), dan Universitas Harvard, melakukan sebuah studi bersama untuk memahami kebutuhan kecakapan untuk masa depan. Peneliti Richard Murnane (Guru Besar Bidang Pendidikan Universitas Harvard) dan Frank Levy (Guru Besar Ekonomi Urban MIT) mendata kecakapan-kecakapan mana yang memiliki kecenderungan meningkat dan menurun kebutuhannya.

Satu kecakapan mental yang memiliki kecenderungan kebutuhan meningkat paling besar adalah expert thinking. Kecakapan mental expert thinking ini tepatnya adalah kecakapan memecahkan masalah yang belum ada jawabnya berdasarkan aturan atau rule-based solutions. Ini adalah jenis kecakapan mental untuk memecahkan masalah yang belum ada rumus pintas untuk menjawabnya.

Guna menumbuhkan kecakapan mental itulah, peran pembelajaran Matematika di abad ke-21 menjadi sangat penting. Melalui pembelajaran Matematika di sekolah, kita juga berharap anak-anak kita menyuburkan sikap yang mendukung expert thinking, seperti tak gampang menyerah, gigih, menikmati proses pemecahan masalah, ingin tahu, percaya diri dalam bermatematika, senantiasa mencari alternatif penyelesaian, dan sebagainya.

Sebaliknya, kecakapan yang memiliki kecenderungan penurunan kebutuhannya paling drastis adalah routine cognitive tasks. Ini adalah jenis kecakapan mental yang sangat jelas aturannya. Biasanya, aturannya sudah dapat dijabarkan dengan diagram alir if-then-else atau jika-maka-jika tidak.

Semua hasil penelitian tersebut akan hancur jika tingkat pemahaman siswa hanya diukur dengan nilai yang diperoleh dari UN. Soal UN sudah nyata terlihat adalah soal-soal kognitif rutin hanya akan membentuk generasi dengan pola nalar yang MANDUL. kemandulan ini disebabkan karena mereka hanya kan menunggu contoh dan mengerjakan soal-soal sesuai dengan contoh yang diberikan.

Ayo bapak/Ibu guru matematika..... ubahlah cara memfasiltasi siswa belajar matematika di kelas. Mereka akan hidup pada jaman yang penuh tantangan, berbeda dengan kita yang sudah akan menjadi penikmat saja. Meraka memerlukan ilmu bagaimana memecahkan masalah yang mereka hadapi...

CHAYOOOO... matematika......
CHAYOOOO... nalar anak bangsa.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar